Tempo hari saya baca postingan Adhitya Mulya tentang syarat hidup. Kata dia banyak syarat hidup yang harus dia hilangkan agar anaknya mudah menerima kehidupan yang nggak menyenangkan nantinya. Misalnya saja membiasakan untuk pakai metromini kemana-mana. Jadi nggak melulu tergantung dengan kehidupan yang waw.
Saya jadi ingat adek saya yang susah banget makan. Syarat makan dia ada banyak, dan bikin pening emaknya kalo lagi ritual makan pagi, siang maupun malam. Makannya harus pakai nasi yang anget/panas, ga boleh nasi adem, ditambah harus pakai ayam/mie, ga mau sayur, lalu piringnya harus piring khusus. Sendoknya juga. Soalnya gilo katanya kalo pake sendok yang tipis, fyi sendok tipis itu biasa dipakai kalau ada hajatan/kumpul-kumpul. Piringnya juga. Kalau piring yang jumlahnya banyak itu biasanya emang dipake buat hajatan. Piring yang bermotif jumlahnya cuma dikit jadi ya bakalan dipisah, ga akan dipake saat hajatan-hajatan. Jadi judulnya piring itu eksklusif. Kalo pas hajatan yang dimasak kambing, dia ga mau karena dia jijikan dengan bau kambing. Ngeliat sendok atau piring yang pernah dipakai untuk hajatan pas pakai menu kambing aja dia langsung mual. Lol.
Saya nggak tahu apakah ada orang lain yang ngalami hal yang sama seperti adek saya itu. Hasilnya mau makan aja jadi ribet bener. Banyak syaratnya. Wkwkwk. Mbok digampangke sitik kan enak ya. Bisa makan apa aja asal halal. Udah wis itu aja.
Saya pikir yang hidupnya bersyarat cuma adek saya aja. Ternyata saya pun. :)) Kadang saat kopdaran dengan teman, saya mikirnya lama buat nentuin tempat atau menu yang bakal dimakan. Nggak tipe yang spontan karena saya harus mikirin kenyamanan kedua pihak. Halah. Ada yang nggak doyan fast food, ada yang busui, ada yang tipenya nggak suka susu, ada yang nggak mau kalau tempatnya jauh dari pusat kota, ada yang apalah-apalah. Tempatnya harus sepi/minimal nggak rame banget karena suara obrolannya bakal kalah sama pengeras suara warung makannya. Tempatnya harus ada wifinya. Harga makanannya terjangkau buat semuanya. Dan bisa dipake untuk waktu minimal 1-1,5 jam. Semuanya syarat rumit yang akhirnya bikin semuanya jadi ribet. Itu kenapa kalau ditanya kapan klub bukunya ngumpul lagi? Jawabannya entahlah. :P
Saya sebenernya tipe yang santai aja kalau syarat semua itu dihilangkan juga gpp. Masalahnya kadang berpikir apa bakalan bikin orang yang datang itu nyaman dengan makanannya, dengan tempatnya, karena kadang first impression ini yang menentukan apakah mereka akan mau datang lagi untuk pertemuan berikutnya. Saya emang kebanyakan syarat. Wkwk.
Saya jadi inget cerita di buku les seorang anak. Ada cerita dongeng tentang tiga ekor ikan yang mendapatkan masalah karena ada nelayan yang akan menangkap ikan-ikan yang ada di sungai itu. Satu ikan yang bijak bilang bahwa ini saatnya untuk langsung pergi. Ikan yang pemikir bilang kalau nanti aja perginya. Kalau ada perangkap jala, dia bakal bisa memikirkan cara untuk pergi jauh kok. Ikan terakhir, ikan yang santai. Nggak mikirin tentang nelayan karena dipikirnya semua akan indah seperti hari-hari sebelumnya. Nggak ada rencana sama sekali. Endingnya, seperti yang diduga. Ikan bijak selamat, ikan pemikir bisa kabur setelah meloloskan diri dari jaring nelayan, dan ikan yang santai akhirnya dimasak oleh istri nelayan. :v
Jadi saya tipe apa? Tipe pemikir. Haha. Kayaknya musti berguru sama temen-temen yang tipenya spontan deh. Mereka bisa mobile kemana-mana tanpa mikir apakah bakal banyak hambatan ini itu atau semacamnya. Yang pada akhirnya hambatan itu seringnya bikin hidup jadi lebih ribet karena kebanyakan syarat. Lol. Mungkin saya juga gitu kali ya. Saat nentuin nanti akan nerima seseorang jadi calon, jangan-jangan saya kebanyakan syarat. Wkwk. Ah, sudahlah.
Nb : Sekadar curcol aja dari orang yang pening mikirin hari Minggu temen-temen klub buku jadinya kumpul di mana. :v